Beranda | Artikel
Penjelasan Hadits Tentang Perpecahan Umat
Rabu, 14 Oktober 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Penjelasan Hadits Tentang Perpecahan Umat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah كتاب صحيح الترغيب والترهيب (kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib) yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Rabu, 26 Shafar 1442 H / 14 Oktober 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Ancaman Dari Meninggalkan Sunnah dan Melakukan Bid’ah

Kajian Hadits Tentang Penjelasan Hadits Tentang Perpecahan Umat

Hadits ke-51

Kita masuk hadits ke-51, dari Muawiyah -semoga Allah meridhainya- ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami lalu beliau bersabda:

ألا إن من كان قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة وإن هذه الأمة ستفرق على ثلاث وسبعين ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي الجماعة

“Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari kalangan ahli kitab telah berpercah-belah menjadi 72 millah. Dan sesungguhnya umatku ini akan berpecah menjadi 73 millah; 72 di neraka dan 1 di surga, ia adalah Al-Jama’ah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud)

Abu Dawud memberikan tambahan dalam sebuah riwayat:

وإنه ليخرج في أمتي أقوام تتجارى بهم الأهواء كما يتجارى الكلب بصاحبه لا يبقى منه عرق ولا مفصل إلا دخله

“Dan sesungguhnya akan keluar pada umatku kaum-kaum yang mengalir pada tubuh mereka hawa nafsu sebagaimana mengalirnya penyakit rabies di tubuh penderitanya. Tidak tersisa persendian kecuali akan dimasuki padanya.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini termasuk tanda kenabian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena beliau mengabarkan apa yang terjadi dimasa depan dan ternyata terjadi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda bahwa ahli kitab telah berpecah menjadi 72 millah dan umat Islam ternyata berpecah menjadi 73 millah; 72 di neraka dan yang 1 itu di surga. Siapa mereka? Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu Al-Jamaah. Dan dalam sebuah riwayat, Rasulullah menafsirkan siapa itu Al-Jama’ah, kata Rasulullah:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Yaitu yang aku di atasnya dan para sahabatku.” (HR. Tirmidzi)

Itulah jalan keselamatan tersebut. Maka kewajiban yang harus kita yakini adalah bahwa yang Rasulullah kabarkan itu benar. Karena Rasulullah itu tidak pernah bohong. Dan hadits tentang perpecahan umat ini adalah hadits yang shahih, diriwayatkan oleh sekitar 12 atau lebih, bahkan 15 sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antaranya adalah hadits Muawiyah ini dengan sanad yang shahih, di antaranya hadits Anas bin Malik dan hadits Anas bin Malik saja ada sekitar 7 jalan, di antarnya juga hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, di antaranya juga hadits Saad Abi Waqqash, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu Abbas dan yang lainnya. Dan hampir lebih dari 15 ulama yang menshahihkan hadits tentang perpecahan umat ini.

Kita melihat dengan mata kepala dan ternyata benar. Muncul perpecahan pertama kali itu di akhir-akhir zaman ‘Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu yang ternyata diprovokasi oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam yang kemudian berhasil memprovokasi massa di Kuffah untuk memberontak dan berdemo kepada ‘Utsman bin Affan dan minta supaya ‘Usman turun dari jabatan.

Kemudian mereka tidak puas lalu kemudian mereka mengepung rumah ‘Utsman dan ternyata para pendemo itu disusupi orang-orang yang memang benci kepada Islam. Maka terbunuhnya ‘Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu.

Di zaman ‘Ali bin Abi Thalib kembali Abdullah bin Saba’ tidak diam. Dia menyebarkan pemikiran bahwasanya yang berhak menjadi khalifah sebetulnya adalah ‘Ali, sedangkan Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, mereka tidka berhak. Dan bahkan dizaman ‘Ali itu muncul pemikiran bahwa Jibril salah alamat, seharusnya kepada ‘Ali tapi kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan di zaman ‘Ali bin Abi Thalib muncul pemikiran bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan.

Imam An-Nasa’i meriwayatkan dalam sunannya bahwa ‘Ali bin Abi Talib menangkapi orang-orang meyakini ketuhanan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Lalu ‘Ali menyuruh mereka bertaubat dan mereka tidak mau bertaubat. Maka ‘Ali kemudian membakar mereka hidup-hidup. Ternyata mereka semakin yakin bahwa ‘Ali itu Tuhan. Kata mereka bahwa tidak ada yang mengadzab dengan api kecuali Tuhan. Laa Ilaaha Illallah..

Hal seperti itu sudah muncul di zaman ‘Ali bin Abi Thalib, saudaraku sekalian. Pemikiran Khawarij yang diperangi oleh ‘Ali bin Abi Thalib yang mereka adalah Haruriyah, dimana kelompok Haruriyah ini muncul saat terjadi peperangan antara pasukan ‘Ali dan pasukan Muawiyah. Ketika itu terjadi perang karena kesalahpahaman antara ‘Ali dan Muawiyah, kemudian terjadilah peperangan dan banyak kaum muslimin yang meninggal dunia terbunuh dalam perang saudara tersebut yang disebut dengan perang Shiffin.

Lihat juga: Perang Shiffin Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Maka kedua belah pihak kemudian setuju untuk berdamai saja. Maka kemudian ‘Ali mengirimkan Abu Musa Al-Asy’ari sementara Muawiyah mengirimkan ‘Amr bin Al-‘Ash untuk berdamai. Maka orang-orang Khawarij yang memang Rasulullah telah mengabarkan bahwa pemahaman mereka sangat dangkal sekali, mereka mengatakan:

“‘Ali menyerahkan hukum kepada manusia, Muawiyah menyerahkan hukum kepada manusia, sementara hukum itu milik Allah. Berarti ‘Ali tidak berhukum dengan hukum Allah, berarti Muawiyah tidak berhukum dengan hukum Allah. Sedangkan Allah mengatakan: ‘Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir.’ Berarti ‘Ali dan Muawiyah kafir.” Lihat, pemahaman mereka yang sangat dangkal itu.

Akhirnya mereka pun memisahkan diri dan berkumpul di sebuah tempat yang bernama Harura. Disebutkan bahwa jumlah mereka sekitar 12.000 orang, dan ada yang mengatakan 6.000 orang. Tadinya mereka tidak berbuat keonaran. Tapi ketika mereka membuat keonaran dengan membunuh Abdullah bin Khabbab bin Al-Arat beserta hamba sahayanya. Maka sampailah kabar itu ke telingan ‘Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Abbas meminta izin kepada ‘Ali untuk menasihati mereka dulu. Maka ‘Ali khawatir Ibnu Abbas dibunuh. Dan Ibnu Abbas berkata bahwa jangan khawatir.

Pergilah Ibnu Abbas menuju Harura. Lalu ketika sampai kepada mereka, Ibnu Abbas mengatakan kepada mereka: “Apa yang kalian protes terhadap ‘Ali?”

Kata mereka: “Karena ‘Ali menyerahkan hukum kepada manusia, sementara hukum milik Allah, berarti ‘Ali tidak berhukum dengan hukum Allah. Sedangkan Allah mengatakan bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir.”

Lalu kata Ibnu Abbas: “Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’anul Karim menyerahkan hukum kepada wali-wali dalam masalah pertengkaran suami dan istri. Allah berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّـهُ بَيْنَهُمَا

Apabila kalian khawatir suami istri itu bercerai, maka utuslah satu utusan dari pihak suami dan satu utusan dari pihak istri untuk berunding…” (QS. An-Nisa[4]: 35)

Kata Ibnu Abbas: “Lihat, Allah menyuruh untuk menyuruh satu utusan dari pihak suami dan istri. Mana yang lebih berhak menjadikan satu utusan untuk kepentingan suami istri atau untuk kepentingan supaya darah-darah kaum muslim terjaga?”

Rupanya orang Khawarij tidak bisa menjawab karena kedangkalan mereka dan mereka tidak pernah mau merujuk pemahaman mereka kepada para ulama sahabat. Karena memang -Kata Syaikh Ali Hasan- bahwa diantara ciri orang Khawarij itu mereka mengabaikan atau bahkan meremehkan para ulama sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka rupanya ketika mereka melihat kekeliruan pemahaman mereka, sebagian mereka pun rujuk dan kembali. Sementara sebagaian lagi tetap ngeyel, maka yang sebagian itulah yang diperangi oleh ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49217-penjelasan-hadits-tentang-perpecahan-umat/